Welcome to Kavtania's Blog

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...
Follow Me

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM



By  Kavtania     21:28    Labels: 

Masih banyak umat Islam yang belum memahami sumber-sumber hukum Islam, hiearkinya dan kaidah pengambilan keputusan melalui ijtihad.

Sehingga amat wajar jika dalam pengambilan keputusan berpolitik pun masih banyak dari umat Islam yang akhirnya keliru dalam mengambil keputusan atau memahami sikap seseorang yang telah menggunakan kaidah tersebut.

Semoga tulisan ini bisa memberikan tambahan pencerahan buat kita semua untuk memahami lebih mendalam tentang sumber hukum Islam dan kaidah pengambilan keputusan yang benar.


MEMAHAMI SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

1. AL-QUR’AN

A. Pengertian Al-Qur’an
Menurut bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata dasar Qara-Yaqra’u, Qira’atan-Wa qur’anan, yang artinya bacaan. Sedangkan meurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah swt. Yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada manusia secara mutawatir yang diperintahkan untuk mempelajarinya. Al-Qur’an tediri dari 114 surat dan 30 juz.
Ada dua cara turun Al Qur’an, pertama secara mujmal (30 juz sekaligus) yaitu diturunkannya Al Qur’an dari ‘Arsy ke Lauh Mahfudh, kedua secara bertahap (Tadriij) sesuai dengan peristiwa / masalah yang dihadapi Nabi yaitu dari Lauh Mahfudh ke dunia yang disampaikan oleh Malaikat Jibril.

B. Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di dalamnya terkandung aturan dan kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh umat manusia. Allah swt. Menetapkan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi hukum Islam. Sebagaimana firman-Nya :

“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab )Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad), membawa kebenaran agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang bekhianat. (QS. An Nisa’ : 105).”

C. Fungsi Al-Qur’an
1) Sebagai pedoman hidup manusia
2) Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa
3) Sebagai mukjizat atas kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
4) Sebagai sumber hidayah dan syari’ah
5) Sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil


2. AL HADITS

A. Pengertian Hadits
Menurut bahasa, hadits artinya baru, dekat dan berita. Sedangkan menurut istilah, hadits adalah perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum. Hadits disebut juga Sunnah, yang menurut bahasa artinya jalan yang terpuji atau cara yang dibiasakan. Menurut istilah, sunnah sama dengan pengertian hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. yang harus diterima sebagai ketentuan hukum oleh kaum muslimin dan segala yang bertentangan dengannya harus ditolak.

B. Kedudukan Hadits
Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya :

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)”

C. Fungsi Hadits
Sebagai sumber hukum Islam yang kedua, Al-Hadits mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting bagi ditegakkannya hukum Islam, diantaranya sebagai berikut :
1) Sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an/Bayan At Tauhid
2) Sebagai penjelas atas hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini tiga fungsi yang diperankan Al Hadits adalah sebagai berikut :
- Menjelaskan dan merinci hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara global (ijmali).
- Memberi batasan atas hukum-hukum dalam Al-Qur’an yang belum jelas batasannya.
- Mengkhususkan hukum-hukum dalam AL-Qur’an yang masih bersifat umum.
3) Menetapkan hukum-hukum tambahan atas hukum-hukum yang belum terdapat di dalam Al-Qur’an.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Al Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua tidak dapat dipisahkan dari Al-Qur’an. Barangsiapa yang mengakui Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam dan mengingkari Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, berarti ia termasuk golongan ingkar Sunnah, golongan orang-orang yang sesat. Sebab, hakikatnya ia juga mengingkari isi kandungan Al- Qur’an itu sendiri.

D. Macam-macam Hadits
1) Hadits Qauliyah: Hadits yang didasarkan atas segenap perkataan dan ucapan Nabi Muhammad saw.
2) Hadits Fi’liyah: Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan Nabi Muhammad saw.
3) Hadits Taqririyah : hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad saw. terhadap apa yang dilakukan sahabatnya.
Selain itu dikenal hadits lain yang disebut Hadits Hammiyah yaitu hadits yang berupa keinginan Rasulullah saw. yang belum terlaksana.


3. IJTIHAD

Al-Qur’an dan hadits tidak akan berubah dan mengalami penambahan isi bersama dengan berakhirnya wahyu, sementara permasalahan dan problematika kehidupan senantiasa muncul sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Islam menggariskan ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga.

A. Pengertian
1) Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh.
2) Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits, dengan menggunakan akal pikiran serta berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
Adapun dasar keharusan ijtihad antara lain terdapat di dalam Al-Qur’an surat An Nisa’ [4] : 59 dan sabda Rasulullah saw. kepada Abdullah bin Mas’ud :
Berhukumlah engkau dengan Al-Qur’an dan As Sunnah apabila persoalan itu kau temukan dua sumber tersebut, tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber tersebut maka berijtihadlah!.

B. Syarat-syarat melakukan ijtihad
1) Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
2) Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
3) Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
4) Mengetahui soal-soal Ijma’
Adapun hal-hal yang bisa diijtihadkan adalah hal-hal yang di dalam Al-Qur’an dan Al Hadits tidak diketemukan hukumnya secara pasti.

C. Kedudukan dan Dalil Ijtihad
Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits sendiri juga mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan pikiran untuk berijtihad. Perhatikan firman Allah swt. Berikut ini:

"Maka ambilah (kejadian) itu menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr : 2)”

Juga hadits Rasulullah saw. yang dikutip oleh Ibnu Umar berikut :
“Kamu lebih mengerti mengenai urusan kehidupan duniamu. (HR. Muslim)”

D. Metode-metode Ijtihad
Ada beberapa cara atau metode yang telah dirumuskan oleh para mujtahid dalam melakukan ijtihad yang juga merupakan bentuk dari ijtihad itu sendiri, antara lain adalah :

1) Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

2) Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan ‘illat (alasan).

3) Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna’), karena adanya alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya. Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burung-burung yang buas seperti elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan sisa minuman dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini  mengikuti hukum dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian dari sisa minuman burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena burung-burung itu mengambil air minumnya dengan paruh yang berupa tulang (dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan tidak dimungkinkan air liur / ludah yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur dengan sisa minuman tadi. Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan mulutnya yang sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur dengan ludahnya.

4) Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan. Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits) dan tidak ada perintah memperhatikan atau mengabaikannya. Contoh penggunaan masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf, penggunaan ‘ijazah, surat-surat berharga dsb.

Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah baru yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Masalah-masalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi hukum bagi kaum muslimin. Hal ini menuntut kita semua untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan kita, sehingga kita mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad dengan benar. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang memiliki syarat-syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Mu’az bin Jabal:

"Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR. Bukhari Muslim).”

5) Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Misalnya apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.

6) ‘Urf
yaitu berlakunya adat / kebiasaan seseorang atau sekelompok orang / masyarakat baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang bisa menjadi dasar hukum dalam menetapkan suatu hukum, misalnya : kebiasaan jual beli dengan serah terima barang dengan uang tanpa harus memerincikan dalam kata-kata secara detail, peringatan mauled Nabi dsb.

7) Madhab Shahabi
yaitu fatwa sahabat secara perorangan, kesepakatan seluruh sahabat atau sahabat lainya (ijma’ sahabat), contoh Ijtihad sahabat Umar secara pribadi/perorangan.

8) Syar’u man qablana
yaitu berlakunya hukum-hukum syari’at pada umat yang telah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul Allah terdahulu sebelum adanya syari’at nabi Muhammad SAW. Contoh ; berlakunya syari’at Nabi Dawud, Nabi Musa dan Nabi-Nabi lainnya yang disebutkan dalam Al Qur’an.

9) Saddu az Zara’iyah
yaitu menutup jalan yang menuju kepada kesesatan atau perbuatan terlarang. Contoh : berjudi haram, maka mempelajari cara-cara agar mahir dalam berjudi juga dilarang, berzina itu dosa besar dan jelas dilarang, maka melakukan hal-hal yang bisa mengarah kepada perzinaan juga dilarang (haram).


4. HUKUM TAKLIFI

A. Pengertian Hukum Taklifi
Hukum taklifi ialah hukum yang menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan oleh mukallaf (orang dewasa dan berakal sehat), atau melarang mengerjakannya, atau melakukan pilihan antara melakukan dan meninggalkannya. Para ulama ilmu fiqh membedakan hukum taklifi ke dalam lima macam, yaitu Wajib, Haram, Sunat, Makruh dan Mubah.

Untuk dapat membedakan kelima hukum taklifi tersebut, para ulama telah menjelaskannya sebagai berikut :

1) Wajib (Al Ijab)
Menurut bahasa, wajib berarti harus. Menurut istilah ilmu fiqh, wajib ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.

2) Haram (At Tahrim)
Menurut bahasa berarti larangan. Menurut istilah, haram ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala. Setiap orang yang beriman wajib meninggalkan hal-hal yang diharamkan, agar tidak mendapat dosa dari apa yang dilakukannya. Allah swt. Mengharamkan sesuatu, karena sesuatu tersebut mengandung bahaya, kerusakan, bencana, bahkan kehancuran bagi dirinya maupun orang lain.

3) Sunat (An Nadbu)
Menurut bahasa, sunat berarti kebiasaan. Menurut istilah ilmu fiqh, sunat ialah perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Allah menyariatkan hal-hal yang bersifat sunat ini untuk menambah amal baik kita kepada Allah swt., dan juga untuk menyempurnakan ibadah-ibadah kita yang kurang sempurna.

4) Mubah (Al Ibaahah)
Menurut bahasa, mubah berarti boleh. Menurut istilah, mubah yaitu suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan atau ditinggalkan tidak memperoleh dosa atau pahala.

5) Makruh (al Karaahah)
Menurut bahasa, makruh berarti tidak disenangi. Menurut istilah, makruh ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan tidak mendapat dosa dan apabila ditinggalkan memperoleh pahala.

B. Kedudukan Hukum Taklifi
Kedudukan hukum taklifi sangat penting sebagai pokok dalam kerangka penegakan hukum Islam, sesuai dengan tuntutan nash. Sebab, setiap perbuatan seorang mukallaf dalam pandangan Islam mengandung konsekuensi mendatangkan pahala atau dosa tergantung kepada hukum perbuatan tersebut, apakah melaksanakan perintah, melanggar aturan atau memilih anjuran si pembuat hukum, Allah swt.

C. Mempraktikan Contoh-contoh Perilaku yang Sesuai dengan Hukum Taklifi

Untuk dapat membiasakan menerapkan hukum taklifi, hendaknya kamu perhatikan terlebih dahulu beberapa hal sebagai berikut :
1) Tanamkan iman yang kuat dalam hati sanubari, sehingga tidak mudah terbawa arus sesat dalam pergaulan.
2) Tanamkan keyakinan bahwa tugas utama manusia di muka bumi ini adalah beribadah kepada Allah swt., berbuat baik sesama, dan senantiasa taat kepada hukum-hukum Allah swt.
3) Tanamkan keyakinan bahwa hukum taklifi adalah hukum Allah swt. Yang harus dijalankan oleh setiap umat muslim yang beriman, agar dalam menjalani kehidupannya selalu dalam kedamaian dan kebahagiaan.
4) Pahami dengan benar pengertian dan kaidah-kaidah hukum taklifi,agar kita tidak keliru atau salah mengamalkannya.
5) Niatkan ibadah karena Allah, agar dalam menerapkan hukum taklifi kita tidak keliru atau salah mengamalkannya.
6) Mulailah menerapkan hukum taklifi sekarang juga,dari yang paling rendah dan mudah, misalnya menjalankan hukum yang wajib seperti shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan dan sebagainya. Baru setelah terbiasa, tingganlkan yang haram dan laksanakan anjuran atau sunnah.


5. PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH, SHALAT DAN PUASA

A. Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari kata dasar :”Abada, Ya’budu-‘Ibadan-Wa’ibaadatan” artinya menyembah, mengabdi, dan menghambakan diri. Menurut istilah, ibadah ialah melakukan suatu pekerjaan tertentu yang sesuai dengan ajaran agama dan tidak mengharapkan suatu imbalan apapun selain mengharap ridha Allah swt.

B. Pembagian Ibadah dari segi tata cara dan bentuknya
1) Ibadah murni/ritual/khusus
2) Ibadah umum/luas/mu’amalah
3) Pengertian Shalat
Shalat adalah ibadah yang terdiri atas ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
4) Pengertian Puasa
Puasa adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang berarti menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan yang dilakukan oleh mukallaf pada siang hari, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
5) Hikmah Ibadah
- Memahami bahwa dirinya adalah makhluk Allah swt. Yang mempunyai kewajiban untuk beribadah, menyembah, mengabdi dan menyerahkan diri kepada-Nya.
- Menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di akhirat.
- Memahami bahwa semua tujuan akhir semua aktivitasnya adalah pengabdiannya kepada Allah swt.
- Memahami bahwa dirinya adalah pusat ala mini dan kehidupannya tidak hanya menjadi pelengkap.
6) Hikmah shalat
- Mendatangkan ketentraman dan ketenangan jiwa.
- Dilapangkan rizkinya dalam kehidupan.
- Terhindar dari penyakit hati dan kotoran jiwa.
- Terhapus dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil kecuali dosa syirik.
- Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.
7) Hikmah puasa
- Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Bagi orang yang menjalankannya.
- Mengendalikan hawa nafsu, khususnya nafsu syetaniyah yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan.
- Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesukaran dan ujian.
- Mendidik jiwa agar senantiasa amanah, sebab puasa pada hakikatnya melaksanakan amanah tidak makan dan minum.
- Melatih kedisiplinan yang tinggi, sebab dalam puasa terdapat disiplin tidak makan dan minum pada waktu yang telah ditentukan.
- Meningkatkan kesehatan, sebab dalam tenggang waktu satu tahun organ pencerna kita diberi istirahat beberapa hari ketika melaksanakan ibadah puasa wajib maupun sunat.

Semoga bermanfaat ...

About Kavtania

Skills: Multimedia Learning, Information Technology, Numerical Analysis. - Occupation: Business, Lecturer. - Employment: PT Softchip Computama Indonesia, CEO. - Official Website: www.kliksci.com. - Communities: IT Development, Midwifery Industries, Fatinistic.

No comments:

Post a Comment


Contact Form

Name

Email *

Message *

Labels

Translate

Revolusi Akal dan Hati

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...

Total Pageviews