Welcome to Kavtania's Blog

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...
Follow Me
Kita mungkin seringkali mengalami persoalan hidup yang terasa amat sangat berat untuk diselesaikan. Bahkan kita sering pula tergesa-gesa menyimpulkan bahwa kita 'merasa' sudah maksimal dalam menghadapinya namun selalu saja menemui kebuntuan jalan.

Dan tidak sedikit dari manusia malah menempuh solusi yang mengenaskan dengan berputus asa atau bahkan membunuh diri. Padahal, membunuh jiwa atau membunuh raga hanya akan menyisakan kesengsaraan baru.

Banyak orang putus asa hanya karena tidak sering mencoba menyederhanakan kebahagiaan. Padahal Tuhan telah mengajarkan kita untuk hidup sederhana dengan penuh rasa syukur dan tetap bersabar dengan cara lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Kesabaran bukan berarti tanpa ikhtiar dengan perilaku kepasrahan yang keliru. Kesabaran juga bukan hanya sekadar menyikapi hasil. Namun lebih dari itu, kesabaran dimulai dari keteraturan berfikir dengan mengambil referensi yang memadai, tepat dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, serta memahami relatifitas dunia jika ada target atau keinginan yang tak terpenuhi.

Maka, jika Tuhan yang Maha Mengetahui seluruh kehidupan sudah memberikan petunjuk dengan menjadikan sabar dan shalat sebagai solusi terbaik, masihkah kita tertarik mempersulit diri dengan mengambil solusi lain yang menistakan kehidupan?

Mari meyakini dengan keteraturan berfikir akal dan hati kita bahwa tidak ada beban apapun dalam hidup yang tak dapat kita tangani, namun yang sering ada hanyalah beban hidup yang tergesa-gesa kita menyerah karenanya.

Semoga kita semua menjadi orang-orang yang slalu berusaha mendapatkan kebahagiaan dari hal yang sederhana di setiap ruang dan waktu hidup kita. Sebab bisa jadi putus asa itu adalah bagian dari upaya tidak mengakui kekuasaan Tuhan.

Selamat mengawali karunia kehidupan di hari ini. Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah SWT untuk menjalani kehidupan yang optimis dengan kondisi jiwa yang dipenuhi nilai-nilai kesabaran dan keikhlasan yang tinggi. Aamiin ...

wallahu a'lam ...

aku datang karena Engkau ada
aku datang karena Engkau ingin
aku pun datang karena kesucian yang Engkau miliki

lalu mereka pun mengagungkanku dengan sebuah kesucian
padahal … kesucian itu hanyalah milik-Mu

lalu Kau utus aku untuk turun dan melekat pada mereka

kepada jiwa, kepada deru nafas, kepada insan,
kepada langit, kepada awan, kepada bintang

kepada kicauan burung, kepada liarnya ular, kepada anggunnya lebah
kepada harum bunga, kepada kerasnya tanah, kepada hamparan bumi

kepada si kecil, kepada sang bunda, dan kepada kekasih

wahai Pemilik jiwa,
ada apa dengan kesucianku?

mereka menyanjungku dalam kefahamannya
mereka menghempaskanku dalam keangkuhannya
hingga terkadang aku berkembang dalam ladangnya
atau aku sering terpuruk bahkan hangus oleh kerasnya hati …

dan suatu saat …
aku datang menyentuh dua insan
aku larut dalam kehangatan mereka

namun … wahai Yang Menggenggamku,
mengapa aku sering menjadi sebuah alasan?
bukankah mereka juga milik-Mu?

kumohon dengan tulus …
jadikan aku bagai cakrawala dalam hati setiap insan,

cakrawala yang dapat menyatukan bumi dan langit
walau aku bukan langit dan aku pun bukan bumi itu

cakrawala yang hadir tak diundang,
dan hilang pun dalam damai bersama kegelapan malam
tanpa harus ada badai yang memaksaku tuk datang atau tuk kembali

dan wahai Yang Memilikiku
aku ingin mereka tulus mencintaiku
seperti aku yang slalu tulus mencintai mereka

karena cinta itu adalah ... aku

menyapa sepi ketika sedetik pun menjadi kerinduan yang menyengat ... 

aku merindu pada keheningan malam ... 
ketika angin berhembus lembut tanpa lelah, 
gemerlap bintang pun tak pernah usai menyinari jiwa yang sepi ... 

aku merindu pada hembusan wangi nafasmu ... 
ketika tirai hati membuka diri, 
maka kilauan cinta tak hanya menyusup dalam sukma, 
namun membelai lembut dengan segenap kehangatannya ... 

nyanyian cinta itu bukan tuk mengusik irama hati, 
namun dia datang tuk melantunkan simponi romansa tak berbekas ... 
agar tatapan tak bertepi perlahan menghilang, 
dan agar senyuman kehidupan menjadi lebih berwarna ... 

mendawai hidup, mengembangkan gita asmara ... bukan tuk terlarut dalam lamunan, 
namun merangkai sulaman awan-awan impian ... agar hati tak lelah dengan kesendirian 

tengoklah dia dengan nurani diri, 
maka bahasa hatimu kan berujar: "penat kesendirianmu bagai lambaian dedaun cemara yang tersilaukan oleh terik mentari" 
lalu seorang dara manis pun terdiam membisu, 
kelu lidahnya tak kuasa mengimbangi runtuhnya air mata dalam resah hati yang mengusik keniscayaan diri 

kemudian ... 
larut dan dinginnya malam tergesa menyelimuti diri 
agar lelah hati tak berbekas mengusamkan indah hidupmu 
sesaat sajadah panjangmu seolah terangguk tunduk pada pesan-pesan penuh makna yang menyiratkan keinginanmu merajut selarik cerita cintamu dalam kasih dan sayang-Nya ... 

sejenak ... bait-bait doa pun terusun rapi memeluk tertundukmu pada Sang Khalik 
ketika akhirnya cinta tenggelam dalam keinginan tak pasti, lalu fitrahmu menjagamu tuk slalu melangkahkan diri menuju Sang Pemilik cinta sejati ... 

karena bilik hatimu slalu berbisik: 
"aku adalah mutiara indah perhiasan dunia, dan dunia selalu ada dalam genggaman-Nya"

sejenak, keseimbangan orkestra alam seakan bagai angin lalu tanpa rasa dan makna
lalu burung-burung dan dedaunan menyiratkan kepada alam tentang keindahan suara-suara merdu nan menentramkan hati

sesaat, tanah-tanah lapang dan ladang membuka diri tuk menggelar panggung kehidupan ...
dan laut pun bersegera mengerdipkan mata biru nakalnya yang mengisyaratkan kerinduannya menyambut mata air turun dari bukit cinta ...

bahkan, awan yang menari di atas langit sana pun tergesa bercerita tentang kesungguhannya menghadirkan hujan ...

tiba-tiba nurani diri berujar: "lalu kepada siapa dikau akan kembali wahai sang khalifah sejati?"

lalu aku beranjak mengadu pada siang ketika malam memeluk lemahku ...
ketika angin mulai menyapa sepi, hembusan lembutnya membangkitkan sadarku.
Karena tiadanya adalah hadirnya, dan karena adanya menyadarkan keniscayaan tentang arti sebuah ketiadaan ...

Dan ketika jejak perjalanan hidup menyisakan episode berbeda, tanah menghampar selalu menjadi saksi bergetarnya hati dalam indahnya kebersamaan ... segalanya tak lain karena kita menyatu dalam rahim sang bunda ...

lalu, kudengar dia menutup mata mengiringi sahaja hati tuk bercerita dengan bahasa wanitanya ...

kurasakan, dia merebahkan diri pada malam yang menusuknya ... bahkan ketika cahaya hati ramah menyapanya, dia tetap menangis dalam khilafnya ...

lalu aku pun berpesan: "lupakanlah sejenak keangkuhan diri yang slalu menjeratmu, agar gelombang cinta tak menyeretmu menemui jalan buntu tak berarah. Bahkan dalam kesedihanmu kau tak sadarkan diri bahwa air mata yang kau runtuhkan ke bumi menjadi penyejuk hati bagi jiwa yang lain ..."

sesaat pula dia membaca lukisan hati seorang pria yang sedang belajar menggoreskan pena kehidupan, dan dia tertegun ketika pria lemah itu menata gerakan jemarinya tuk menuliskan pesan:

"aku kehausan tak terkira pada malam panjangku, aku merindu pada sesaat hening malammu, dan aku terlelap pada sentuhan tak berarah malam-malamnya ...

engkau mengalihkan wajah pada waktu yang mengacuhkanmu. ketika jingga sang surya berlalu melewati batas sadarmu, sejenak tatap matamu tak berkedip mengimbangi sesal lalu tergesa menembus kerinduanmu pada larutnya kehangatan hidup ...

duhai senja yang menenangkan, aku enggan lambaikan tangan ini tuk melepas mentari yang kau ajak beranjak meninggalkan kehangatan hujan ... aku ingin mencukupkan diri pada siang yang menjagaku, karena kini malam tak terlihat lagi indah pada damai jiwaku ...

aku kembali gemetar menyapa nafasku ... satu sisi jiwanya terasa semakin kuat mengepakkan sayap-sayap sucinya tuk terbang jauh menembus langit-langit keabadian ... sedangkan sisi yang lain masih terdekap erat oleh hamparan bumi yang semakin melemah ..

bahkan keangkuhanku melampaui kehati-hatian langkah-langkah pesan awalmu ... saat itu aku berlari terlalu kencang, seakan kerinduan pada asalmu menjadi tak tertahankan"

seketika ... senyum dan air mata kemudian menari dalam damai hatinya ketika pria itu menyusun kesederhanaan bahasa:

"cinta seharusnya mengenalkan kepada insan tuk belajar memahami perbedaan warna keinginan kemudian bersegera menatanya menjadi sebuah lukisan hidup yang indah dalam kebersamaan ...

Aku mencintaimu karena aku ingin mencintaimu, bukan karena sekedar harapku engkau kan mencintaiku. Karena kebaikan cinta diwujudkan bukan oleh kenyataan harus saling memiliki, namun diwujudkan oleh ketulusan mencintai. Namun aku akan berserah diri pada Tuhan yang menciptakan waktu untukku dan untukmu. Itu saja."

wahai aku, kau dan dia ...
biarlah cakrawala itu tetap suci menyatukan bumi dan langit ... dia kan datang dalam sejuknya pagi, dia tergores tegas ketika siang tiba, dia beranjak ketika senja menjelang, dan dia pergi dalam malam yang menentramkan ... hingga seluruh insan tersadar bahwa dia slalu menyatu bersama langit dan bumi yang penuh dengan kesabaran dan keteguhan menjaga nilai-nilai indahnya ...

tigapuluh satu kali kalimat itu berulang
terkadang menyentuh akal dan hati
namun seringkali lewat begitu saja tanpa makna

tigapuluh satu kali kalimat itu bercerita tentang wujud kasih dan sayang
terkadang membuat jantung mengalir dalam keteraturan
namun seringkali menahannya berdegup kencang karena berdesaknya keinginan

tigapuluh satu kali kalimat itu memperjelas ketiadaan diri
terkadang mampu meluruhkan nafsu menjulang
namun seringkali membiarkannya berlalu menggerogoti jiwa

tigapuluh kali kalimat itu membawa selaksa pesan
tentang bagaimana cara mencintai tanpa pamrih
tentang bagaimana cara mensyukuri nikmat cinta  
bukan cinta biasa, tapi cinta tak berbatas ... cinta tanpa jeda

Kalau kita flashback ke belakang, sepanjang ngaji Quran dari dulu sampai sekarang walau seayat dua ayat, sering kita bertemu dengan keterangan-keterangan yang mencengangkan di sana. Apa-apa yang dulu kita percayai dibuat nggak berlaku lagi. Menjadi mitos-mitos. Barangkali begitu cara Quran menuntun para pembacanya. Kadang lembut setahap demi setahap, tapi kadang mendobrak sampai dalam.

Berikut 10 hal-hal yang buat saya telah menjadi mitos, walau bahkan sampai detik ini pun tak sepenuhnya bisa lepas dari mitos-mitos itu.


* * * *

(Myth no 1) Kita bisa memahami makna Al-Quran, dengan membaca terjemahannya.

Nggak semua. Bahkan mungkin, nggak 20%-nya atau malah nol koma sekian persennya. Ketika membaca terjemahannya, kita suka bingung dengan “gaya” penyampaian Al-Quran yang sekilas terkesan melompat-lompat, nggak nyambung antara kalimat yang satu dengan yang lain, terkesan misterius, dan kadang gimana ya… seperti “berahasia-rahasiaan” gitu.

Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS [56]:77-79)

Hanya “orang-orang yang disucikan”. Bukan yang menyucikan diri, bukan yang membaca terjemahannya, bukan yang sekolah tafsir sampai S4. Melainkan… mereka yang disucikan. Teman-teman yang baik, apanya yang disucikan? Dan oleh siapa? Seperti apa “yang disucikan” itu?

Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi Al-’ilm. (QS [29]:49)

Jangan salah sangka, I’m not sayinghey don’t read the Quran, karena nggak akan paham.” It simply means: bahwa bukan kita sendiri yang membuat kita paham Quran. Ada faktor X, yang beyond our control. Belajar dan memahami mati-matian tanpa keterlibatan Dia Yang Maha Berkehendak, useless.

(Myth no 2) Kalau amal lebih banyak dari dosa, nggak akan tersentuh neraka.

Faktanya, sori, agak “mengerikan” nih, bahwa: bila masih ada dosa, akan tersentuh neraka.

Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (QS [20]:74)

Duh, saya sebenarnya nggak kepingin nakut-nakutin. Tapi kan khawatir sendirian benar-benar nggak enak… ;-) Semoga kita diberi ampunan, diterima taubatnya, menjadi yang beriman dan bisa beramal yang baik, yang klop.

Dan orang-orang yang beriman dan beramal salih, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka. (QS [29]:7)

(Myth no 3) Hidup bersih dan sehat, bikin panjang umur.

Well, unfortunately… ajal telah ditetapkan. Tahun, bulan, hari, jam, menit dan detiknya, sudah pasti.

Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). (QS [35]:11)

Tidak (dapat) sesuatu umatpun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka memperlambat (ajalnya itu). (QS [23]:43)

You can run, but you can’t hide. ;-)

Please jangan salah sangka, bukannya mau bilang “percuma hidup bersih dan sehat.” Setuju bahwa kita diperintahkan hidup bersih dan sehat, but it has nothing to do with the time of death. Hidup bersih dan sehat is your job, karena badan ini punya haknya yang harus kita penuhi. But death is His business, don’t you think?

(Myth no 4) Kita bukan penyembah berhala. Kita bukan orang kafir.

Benarkah?

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? (QS [45]:23)

Dan coba perhatikan hubungan yang sangat erat antara mencintai dunia dengan kekafiran, seberapakah jarak kita dengan kekafiran? Tipis sekali.

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. (QS [16]:107)

Jadi, teman-teman yang baik, benarkah? Kita bukan penyembah berhala, kita bukan orang kafir?

(Myth no 5) Beriman adalah sebuah pilihan.

No. Not your choice. His choice.

Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah. (QS [10]:100)

So, buat yang beriman, you are very lucky.

(Myth no 6) Tidak beriman juga sebuah pilihan.

Sebaliknya, itu pun sebuah ketetapan.

Saya yakin, banyak yang nggak akan suka dengan ide bahwa orang ditetapkan tidak beriman, karena itu artinya kemudian orang ditetapkan masuk neraka.

Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman. (QS [10]:96)

Penjelasannya mungkin panjang, tapi praktisnya begini: kalau kita ingat Dia, bahkan sekelebat saja, kalau kita ingat bahwa kita akan kembali kepada-Nya (and act accordingly!), itu adalah sebuah “panggilan” dari-Nya, sebuah harapan akan kehendak-Nya, ketetapan-Nya.

(Myth no 7) Harta dan anak-anak adalah kenikmatan dan kesenangan dari Tuhan.

Hohoho… Bahkan sebaliknya,

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS [8]:28)

(Myth no 8) Agama tidak pernah mengajarkan nasionalisme.

Istilah “nasionalisme”-nya sih mungkin nggak. Tapi rasanya bukan sebuah kebetulan bila kita ditempatkan, dilahirkan di sini, di tanah ini. Ya nggak sih? Tuhan bukanlah seperti tukang kebun yang secara serampangan menebarkan biji-bijian ke tanah di luar sana. Jiwa-jiwa dipilih dan segala hal dipertimbangkan, untuk sebuah tujuan:

Dia telah menciptakan kamu dari tanah ini dan menjadikan kamu pemakmurnya. (QS [11]:61)

Lalu, teman-teman yang baik, adakah ber-Islam dengan jalan ber-arab-arab ria? Bukankah ber-Islam kemudian adalah, justru, berbakti dan berjuang untuk negeri, tanah air ini? Menjadi manusia Indonesia, seutuhnya?

(Myth no 9) Kita tidak bisa bercakap-cakap dengan Tuhan.

Anehnya, justru kita diinformasikan oleh Quran bahwa kita pernah memiliki kemampuan itu.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami menjadi saksi”. (QS [7]:172)

Gimana ceritanya kita tak lagi punya kemampuan itu? Bagaimana kita lupa akan kejadian yang luar biasa ini?

(Myth no 10) Orang yang sudah mati tak mungkin hadir di dunia

Orang-orang tertentu, ketika mereka sudah meninggal sekalipun, dapat berjalan-jalan di tengah-tengah kita.

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia… (QS [6]:122)

Cahaya yang terang… does it make you wonder? Cahaya apa?

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk Al-Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya… (QS [39]:22)

Hati. Cahaya. Misterius kan?

* * * *

Nggak usah dipercaya ocehan saya. Tapi bila ini semua menggelitik pikiran teman-teman semua (seperti yang juga saya alami), cukuplah itu. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Have another 10 myths of yours? Please kindly share. Salaam.

Thanks Mas Watung, Sang Guru Virtual

Contact Form

Name

Email *

Message *

Labels

Translate

Revolusi Akal dan Hati

Melewati sisi waktu yang tak terhenti, bernaung dalam ruang yang tak terbatas, untuk sebuah pemahaman yang tak berujung ...

Total Pageviews